Setiap kali lebaran orang2 Indonesia selalu sibuk dengan mudik, meskipun sudah bisa dipastikan akan mengalami kemacetan, baik diperjalanan maupun dikota (atau kampung?) tujuan. Saya mendapat penjelasan ttg arti mudik pada tahun 1997 saat tinggal di Muara Bungo (masih di Indonesia kah?). Disana penduduk menyebut pulang ke kampungnya dengan istilah ke udik, sementara kalau berangkat kerja (atau pergi ke kota) dengan istilah ke ilir.
Termasuk juga saya, lebaran kali ini kembali ke udik. Alhamdulillah, bisa pulang kampung. Bertemu dengan orang tua dan saudara-saudara, meskipun harus berjuang sepanjang jalan menerjang kemacetan. Mungkin hanya di Indonesia yang mempunyai fenomena seperti ini. Pulang ke kampung secara serentak dalam waktu yang bersamaan. Atau mungkin karena terlalu banyak orang Jawa yang pergi merantau ke Ibukota.
Khansa siap-siap sholat ied. Anak2 yang lain? Nashwa tidur pulas, Rayhan ngga kuat melek.
'ayo, ikut nggak?'
'Mau ke mana yah?'
'Sholat ied, ayo..cepat ntar ditinggal..'
'Masih ngantuk nih...ngga ikut aja yah..'
Betapa senangnya bisa sholat ied di Masjid Agung Demak, yang konon merupakan peninggalan Sunan Kalijaga.
Di udik masing-masing, setiap orang yang merantau akan menunjukkan keberhasilannya di tanah rantau. Saya ingat beberapa tahun yang lalu pada saat telepon genggam baru muncul sebagai teknologi terbaru, dan belum banyak orang yang bisa menikmatinya (karena sangat mahal), lebaran adalah saat yang tepat untuk ajang unjuk kemapanan. Orang-orang yang ngga merantau melihat ‘orang-orang dari ilir’ menenteng telepon genggamnya ke sana ke mari seolah menunjukkan kemapanannya di kota. Ada juga yang merantau, tapi cuma melihat, dan berkata dalam hati 'kapan ya bisa punya handphone...'. (ini saya...he..he..)
Karena kita terbiasa (kita? Elu aja kali :)) melihat keberhasilan seseorang dari materi. Dan hal ini (mungkin) masih terjadi sampai sekarang.
Pada saat lebaran kita akan mengetahui betapa Jakarta hanya diisi oleh orang-orang udik. Yang akan mudik secara bersamaan pada saat lebaran, sehingga betapa sepi Jakarta. Kita akan sadar pada saat jalanan begitu lengang. Anak2 yang ngga mudik karena orang tuanya ngga punya kampung, atau karena ngga punya siapa2 dikampung, atau karena ngga seberuntung saya yang bisa mudik, bisa main bola dengan leluasa dijalanan (karena sudah tidak ada lagi lapangan bola). Jadi selama ini Jakarta yang sangat padat itu isinya bukan orang Jakarta?
Kemacetan yang terjadi tiap tahun saat lebaran. Padahal tempat ini kalau hari biasa jarang terjadi kemacetan. Kemacetan ini biasanya hanya ada di Jakarta.
Padahal esensi sebenarnya dari lebaran adalah kembali ke fitrah kita sebagai manusia. Seolah-olah kembali menjadi bayi yang tidak berdosa. Kita bermaaf-maafan dengan sesama manusia agar tidak ada lagi dosa dan dendam dengan sesama manusia. Agar selalu terjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia.
Dirumah nenek ngga sempat foto-foto. Habis jalan terus sih.
Mengucapkan selamat idul fitri 1429 H, mohon maaf lahir dan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar