Kamis, 23 Oktober 2008

Cipanas, Garut

Masih dalam rangka liburan lebaran. Sambil silaturahmi ke rumah nenek di Cililin, bisa jalan ke Garut. Disana ada tempat wisata air panas, namanya Cipanas. Kalau wisata air dingin namanya pasti cidingin..
Dulu sewaktu tinggal diBandung tempat itu menjadi salah satu tempat favorit ngilangin stress. Sambil berendam air panas, otak bisa ngadem. Sekarang setelah tinggal diJakarta baru terpikir, asyik juga ya kalau masih diBandung. Ke Cipanas deket...
Dari Bandung bisa ditempuh kira2 satu sampai satu setengah jam ke arah Garut. Sebelum Kota Garut ada jalan menuju ke Cipanas. Tempat ini sudah ramai, banyak hotel dan penginapan2 yang dibangun dengan jualan utama air panas. Semua penginapan disini memakai air panas alami, dan kamar mandinya didesain sebagai tempat berendam. Asyik banget deh..


Tapi kalau ngga mau nginep juga bisa. Ada tempat berendam dan kolam renang untuk umum yang dikelola Pemda. Murah meriah, tapi rame banget dan sepertinya kurang nyaman :(. Kalau mau yang agak sepi bisa dikolam renang beberapa hotel yang dibuka untuk umum. Ada Tirtagangga, ada Sumber Alam..banyak deh...
Kalau kami kemaren nyobain taman air yang ada di Sabda Alam, denger2 tempatnya cihuy banget. Anak2 pasti suka, dan kebetulan saya belum pernah mencobanya.

Tapi sebelum berenang enaknya makan dulu ya. Kebetulan juga hari masih panas, tentu ngga nyaman kalau masuk ke air. Pas mau nyampe ada tempat makan yang asyik tuh, namanya Layung Sari. Dari arah Bandung ada disebelah kiri jalan, dari Cipanas sudah deket banget. Masakannya enak (saya bukan penikmat makanan, semua makanan halal bagi saya enak), tempatnya asyik, view pegunungan. Ada tempat bermain juga.



Habis makan baru deh nyemplung... Tiket masuk Rp.30.000 per kepala, kecuali untuk yang tingginya ngga sampai 80cm, bisa gratis. (wah...ucok baba gratis tuh...)


Rayhan langsung nyebur



Khansa ngga mau kalah


Eh, Nashwa yang biasanya ga mau ikut-ikutan pingin nyebur juga. Ya udah deh, ati-ati ya nak...


Taman air ini airnya anget. Meski udara disekitar dingin khas daerah pegunungan, tapi ngga terasa karena pake air anget. Anak2 betah banget maen air. Kita masuk jam 2.30 dan selesai mandiin anak2 sudah maghrib. Wah berapa jam tuh berendam...

Yang menjadi daya tarik utama disini sebenarnya air panas. Kalau airnya dingin sih mungkin ngga terlalu istimewa. Di deket rumah, BSD, juga ada taman air, malah lebih besar. Konon taman air terbesar di Asia Tenggara (masa sih..?), namanya Ocean Park. Wuih...BSD sekarang sok kebarat-baratan. Tapi kalau ngga pake bahasa inggris ngga laku dong.
Ocean park = taman samudera (sebenarnya lebih keren kan?)
Tapi masyarakat kita sepertinya sudah ngga pe de dengan kepunyaan sendiri, maunya yang berbau-bau barat, berbau-bau bule gitu. (Tau aja orang bule bau...)
Untuk menunjukkan kalau kita berwawasan luas nggak harus ikut2an orang barat kan? Jepang yang sudah maju aja masih suka pake huruf kanji. Ngga usah malu dibilang ndeso. Be your self, no matter what they say. Biarpun act locally, yang penting kan think globally.

Pulang sudah malam, mau ke rumah nenek jadi malas. Akhirnya nginep di Bandung. Besoknya jalan lagi ke arah Lembang...ke Tangkuban Perahu. Tapi belum rejeki, nyampe disana hujan deres. Ya sudah deh...ngambil gambar plang nya aja. Lain kali kalau cuaca lagi bagus bisa ke sana lagi.

Akhirnya cuma nongkrong diwarung pinggir jalan. Menikmati cuaca dingin sambil makan sate kelinci. Bbrrrr....dingin banget...
...lanjut......

Selasa, 21 Oktober 2008

prambanan

Suatu hari, Bandung Bondowoso ketemu sama Roro Jonggrang. Trus dia fall in love.
'Eh, gwe naksir sama elo nih..' kata si Bondowoso.
'Ogah ah...' kata si ceweknya.
'Serius nih, asal jangan disuruh memetik bintang dan mengantongi rembulan, aku pasti mau lakukan apa saja asal bisa memiliki mu gadis ku...' (wah, rayuannya...)
'Emang kenapa, Bang?'
'Bintang kan ngga bisa dipetik, emangnya bunga? Trus kalau ngantongin rembulan, ngga muat kantong celanaku'
'Kalau gitu bikinin candi aja deh, seribu dalam satu malam' ('mampus lu, pasti ngga bisa' kata si ceweknya)
'wah, itu mah cemen....'


Begitulah cowok. Kalau sudah jatuh cinta, pasti mau ngelakuin apa aja. Termasuk hal-hal yang ngga masuk akal. Meski kata para pujangga cewek itu perhiasan laki-laki, atau wanita selalu dijajah pria sejak dulu. Atau kata lagunya dewa, mestinya kau jadi perhiasan sangkar maduku..
Kembali ke kisahnya si Bondowoso, meski sudah ngebut semalaman nglembur bikin candi, eh baru jadi 999 sudah dikerjain sama si Roro Jonggrang. Akhirnya ngga selesai. Tahu dikerjain, marahlah si Bondowoso ini. Si Roro Jonggrang akhirnya dikutuk jadi candi yang ke seribu. Wah, sadis banget sih bang... Cinta kan ngga harus memiliki, bang.
Ini Nashwa, bukan candi yang ke seribu, meski cantiknya ngga kalah sama Roro Jonggrang.
Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu.
Candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, merupakan bangunan utama. Didalam candi terdapat 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang.

Yang amat disayangkan adalah arca Angsa dan Garuda tidak ada. Katanya sih hilang. Saya jadi ingat kejadian beberapa waktu lalu di museum Radya Pustaka. Ternyata patung yang dipajang di sana ada yang dipalsukan sementara aslinya dijual oleh oknum. Kebangeten! Lama-lama bangsa ini dijual juga! Terus kita mau tinggal dimana dong?
Terus saya kepikiran, jangan2 candi Borobudur, Prambanan dan candi2 lain itu cuma replikanya. Aslinya sudah dijual. Wah...ngawur!
Ini Khansa lagi bergaya.

Diluar itu semua, asyik juga jalan2 ke Prambanan. Kita datang sore, jadi ngga terlalu panas dan suasananya pas enak. Halamannya luas. Anak2 seneng banget tuh maen2 di lapangannya. Dibelakang juga ada taman bermain.

Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini terletak diperbatasan Yogya dan Klaten, atau 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung, setinggi 47 meter atau 5 meter lebih tinggi daripada Borobudur. Saat ini banyak bagian yang sedang direnovasi karena rusak terkena gempa di Yogya beberapa saat yang lalu.


Jadi masih ragu bahwa kita ini bangsa yang besar? Trus kenapa kita terpuruk begini? Apa karena kemiskinan telah membunuh bangsa ini, sehingga apa yang bisa dijual akan dijual demi urusan perut? Atau rasa nasionalisme kita sudah luntur? Lebih senang kalau melihat negara2 lain, terus sering ngomong 'kok ngga bisa seperti singapura. mbok seperti amerika dst..dst...'
Jayalah Indonesiaku...jangan percaya omongan politisi busuk!
...lanjut......

Kamis, 16 Oktober 2008

Ketep Pass

Setelah sungkeman di rumah eyang, kita pingin jalan-jalan. Yang paling deket situ ada kawasan yang bernama Ketep Pass. Banyak yang ngga tahu didaerah situ ada tempat yang asyik buat menyegarkan pikiran.
Dulu Saya suka banget jalan ke sana, bareng anak2, kadang2 sendiri. Dari Boyolali ada jalan ke arah gunung (begitu saya bilang ke Rayhan), tepatnya ke arah Selo. Kalau yang suka naik gunung, apalagi yang sering naek ke Merapi - Merbabu, pasti tahu dong Selo dimana. Karena ini desa terakhir sebelum mau naik ke Merbabu. Ada kenangan tersendiri bagi saya didesa itu.
Kalau mau ke Ketep Pass, dari Selo terus aja, ntar ketemu sama desa Ketep dan disitu ada yang namanya Ketep Pass. Ketep Pass berada dijalur yang namanya Solo-Selo-Borobudur, karena jalur ini merupakan jalur alternatif kalau mau ke Borobudur.


Jalanan disini sepi, khas daerah pegunungan dengan kelak-kelok yang cihuy... Saya dulu suka jalur ini buat ngetes motor, dengan tikungan-tanjakan yang mengasyikkan.

Diatas bukit kita bisa melihat pemandangan kota Boyolali yang indah. Jadi ingat lagunya Tasya 'memandang alam dari atas bukit, sejauh pandang kulepaskan.....'

Naik terus kita akan ketemu Ketep Pass atau Bukit Ketep, yang berada pada ketinggian 1.200 dpl dengan luas area sekitar 8.000 m2. Terletak di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan jalur Solo-Selo-Borobudur, sekitar 21 km dari Kota Mungkid , 17 Km dan Desa Blabak ke arah timur, 30 Km dari Kota Magelang, 35 Km dari Kota Boyolali dan 32 km dari Kota Salatiga melalui Kopeng. Dari gardu pandang ini wisatawan bisa melihat pemandangan Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Tidar, Andong dan Pengunungan Menoreh serta hamparan lahan pertanian. Dan tempat ini bisa melihat luncunan lahar panas Gunung Merapi.

Kawasan ini diresmikan oleh Mbak Mega pada 17 Oktober 2002. Kawasan ini mempunyai keunggulan panorama Gn. Merapi - Merbabu, hamparan teras - teras tanah pertanian serta kesejukan udara. Terdapat juga Volcano Theatre yang menyajikan film tentang Gunung Merapi dengan berbagai aktifitas vulkaniknya. Bangunan ini dilengkapi restoran yang berada di lantai atas dengan pemandangan luas ke arah Gunung Merapi.
Jadi kalau mau istirahat, makan siang, sambil menikmati pemandangan cocok banget deh..

Waktu kami datang kemaren cuaca berkabut tebal, sehingga pemandangan tidak seperti yang diharapkan. Gunung Merapi yang menjadi objek pandang tertutup kabut tebal. Apalagi suasana yang penuh sesak, karena libur bersama lebaran, yang membuat tempat itu kurang nyaman.


Sebagai perbandingan beberapa waktu yang lalu saat cuaca cerah.


...lanjut......

Borobudur


Liburan lumayan panjang nih, mau ke mana ya? Setelah menimbang-nimbang akhirnya ketemu juga ide, ke Borobudur ah…. Siapa sih yang ngga tahu Borobudur? Waktu masih kecil dibuku2 pelajaran sekolah pasti ditulis salah satu tujuh keajaiban dunia adalah Borobudur. Tapi sekarang sudah tidak termasuk dalam tujuh keajaiban dunia, hanya masuk ke dalam ‘The Forgotten Wonders of the World’.


Tapi kan ngga penting, itu adalah peninggalan sejarah kita, kebanggaan kita sebagai warga negara Indonesia. Borobudur adalah bukti bahwa bangsa kita sejak zaman dulu adalah bangsa yang besar, dan bangsa yang agamis. Kalau masalah keajaiban dunia atau bukan, tergantung orang mana yang melihat. Orang Italia akan bilang menara Pisa itu keajaiban dunia, orang China akan bilang tembok besarnya itulah keajaiban dunia, atau orang India bilang Taj Mahal dong…

Karena libur yang cukup panjang, dan secara bersamaan, objek wisata hampir semua dipenuhin wisatawan. Termasuk Borobudur, wuih…penuh banget, udah gitu jalanan macet…Fiuh…


Tapi karena sudah terlanjur niat, macet dan penuh sesak kita abaikan…

Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana.

Bisa dibayangkan berapa banyak batu dipahat untuk membuat relief-relief tersebut. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memahatnya. Itulah mengapa kita dengan bangga akan mengatakan 'Borobudur dong… '

---------
'Saya dong..Nashwa....'

'aku suka warna pink lho..'

...lanjut......

mudik

Fenomena yang ada di Indonesia (P. Jawa?)
Setiap kali lebaran orang2 Indonesia selalu sibuk dengan mudik, meskipun sudah bisa dipastikan akan mengalami kemacetan, baik diperjalanan maupun dikota (atau kampung?) tujuan. Saya mendapat penjelasan ttg arti mudik pada tahun 1997 saat tinggal di Muara Bungo (masih di Indonesia kah?). Disana penduduk menyebut pulang ke kampungnya dengan istilah ke udik, sementara kalau berangkat kerja (atau pergi ke kota) dengan istilah ke ilir.


Termasuk juga saya, lebaran kali ini kembali ke udik. Alhamdulillah, bisa pulang kampung. Bertemu dengan orang tua dan saudara-saudara, meskipun harus berjuang sepanjang jalan menerjang kemacetan. Mungkin hanya di Indonesia yang mempunyai fenomena seperti ini. Pulang ke kampung secara serentak dalam waktu yang bersamaan. Atau mungkin karena terlalu banyak orang Jawa yang pergi merantau ke Ibukota.


Khansa siap-siap sholat ied. Anak2 yang lain? Nashwa tidur pulas, Rayhan ngga kuat melek.
'ayo, ikut nggak?'
'Mau ke mana yah?'
'Sholat ied, ayo..cepat ntar ditinggal..'
'Masih ngantuk nih...ngga ikut aja yah..'

Betapa senangnya bisa sholat ied di Masjid Agung Demak, yang konon merupakan peninggalan Sunan Kalijaga.

Di udik masing-masing, setiap orang yang merantau akan menunjukkan keberhasilannya di tanah rantau. Saya ingat beberapa tahun yang lalu pada saat telepon genggam baru muncul sebagai teknologi terbaru, dan belum banyak orang yang bisa menikmatinya (karena sangat mahal), lebaran adalah saat yang tepat untuk ajang unjuk kemapanan. Orang-orang yang ngga merantau melihat ‘orang-orang dari ilir’ menenteng telepon genggamnya ke sana ke mari seolah menunjukkan kemapanannya di kota. Ada juga yang merantau, tapi cuma melihat, dan berkata dalam hati 'kapan ya bisa punya handphone...'. (ini saya...he..he..)
Karena kita terbiasa (kita? Elu aja kali :)) melihat keberhasilan seseorang dari materi. Dan hal ini (mungkin) masih terjadi sampai sekarang.

Pada saat lebaran kita akan mengetahui betapa Jakarta hanya diisi oleh orang-orang udik. Yang akan mudik secara bersamaan pada saat lebaran, sehingga betapa sepi Jakarta. Kita akan sadar pada saat jalanan begitu lengang. Anak2 yang ngga mudik karena orang tuanya ngga punya kampung, atau karena ngga punya siapa2 dikampung, atau karena ngga seberuntung saya yang bisa mudik, bisa main bola dengan leluasa dijalanan (karena sudah tidak ada lagi lapangan bola). Jadi selama ini Jakarta yang sangat padat itu isinya bukan orang Jakarta?
Kemacetan yang terjadi tiap tahun saat lebaran. Padahal tempat ini kalau hari biasa jarang terjadi kemacetan. Kemacetan ini biasanya hanya ada di Jakarta.
Padahal esensi sebenarnya dari lebaran adalah kembali ke fitrah kita sebagai manusia. Seolah-olah kembali menjadi bayi yang tidak berdosa. Kita bermaaf-maafan dengan sesama manusia agar tidak ada lagi dosa dan dendam dengan sesama manusia. Agar selalu terjaga hubungan yang baik dengan sesama manusia.

Nashwa habis sungkeman sama uti dan atung.

Sungkeman juga dirumah eyang.

Dirumah nenek ngga sempat foto-foto. Habis jalan terus sih.
Mengucapkan selamat idul fitri 1429 H, mohon maaf lahir dan batin.

...lanjut......